Dahulu kala, di kaki Gunung Wilis, hiduplah seekor naga sakti bernama Baru Klinthing. Bukan sembarang naga, Baru Klinthing ini punya hobi yang unik: mengoleksi sandal jepit. Dia punya koleksi sandal jepit berbagai warna, ukuran, dan motif, yang disimpan rapi di dalam guanya. Sayangnya, Baru Klinthing terkenal pelit dan sombong. Dia tidak pernah mau berbagi koleksi sandal jepitnya, bahkan kepada teman-temannya sesama penghuni hutan.
Suatu hari, di desa dekat kaki gunung, tinggallah seorang pemuda bernama Jaka, yang terkenal dengan kenakalannya. Jaka mendengar cerita tentang Baru Klinthing dan koleksi sandal jepitnya. Timbullah ide jahil di benaknya. Dia ingin mengerjai sang naga.
"Aku akan pinjam satu sandal jepit Baru Klinthing," gumam Jaka sambil menyeringai. "Pasti dia marah besar!"
Maka, dengan tekad bulat dan sedikit nekat, Jaka mendaki Gunung Wilis menuju gua Baru Klinthing. Setelah perjalanan yang melelahkan, dia tiba di depan gua yang gelap dan lembap. Dari dalam gua, terdengar suara dengkuran keras. Baru Klinthing sedang tidur!
Jaka mengendap-endap masuk ke dalam gua. Matanya terbelalak melihat tumpukan sandal jepit yang berkilauan. Ada sandal jepit berwarna pelangi, sandal jepit bermotif batik, bahkan sandal jepit berbulu! Jaka tergoda untuk mengambil yang paling bagus, tapi dia ingat rencananya. Dia hanya perlu satu.
Setelah memilih-milih, Jaka akhirnya mengambil sebuah sandal jepit berwarna hijau lumut, yang menurutnya paling jelek. Dia yakin Baru Klinthing tidak akan terlalu sedih kehilangan sandal jepit yang satu ini. Sambil menahan tawa, Jaka keluar dari gua dan berlari menuruni gunung.
Ketika Baru Klinthing bangun, dia langsung memeriksa koleksi sandal jepitnya. Dia menghitung satu per satu, dan… panik! Sandal jepit hijau lumut kesayangannya hilang!
"Siapa yang berani mencuri sandal jepitku?!" raung Baru Klinthing, suaranya menggelegar sampai ke desa.
Mendengar raungan itu, Jaka terpingkal-pingkal. Rencananya berhasil! Namun, tawa Jaka terhenti ketika dia melihat Baru Klinthing terbang keluar dari gua, matanya menyala-nyala karena marah. Sang naga terbang berputar-putar, mencari pencuri sandal jepitnya.
Jaka panik. Dia harus mengembalikan sandal jepit itu sebelum Baru Klinthing menemukannya. Tapi bagaimana caranya? Naga itu pasti akan langsung menyerangnya. Tiba-tiba, Jaka mendapat ide. Dia teringat cerita neneknya tentang kesaktian lidi dari sapu yang sudah tua.
Jaka berlari ke rumah neneknya dan mengambil sapu lidi yang sudah botak. Dia mencabut satu lidi dan dengan tangan gemetar, dia melemparkan lidi itu ke arah Baru Klinthing, sambil berteriak, "Baru Klinthing, ini sandal jepitmu! Jangan marah lagi!"
Ajaib! Lidi itu berubah menjadi tombak pusaka yang melesat cepat dan menancap di tanah, tepat di depan Baru Klinthing yang sedang terbang. Seketika itu juga, tubuh Baru Klinthing berubah menjadi lesung.
"Aku akan mengutukmu, Jaka!" teriak Baru Klinthing yang sudah berubah menjadi lesung. "Kelak, jika aku menumbuk tujuh lumbung padi, aku akan kembali dan membalas dendam!"
Jaka ketakutan, tapi dia tahu dia harus melakukan sesuatu. Dia mengambil sandal jepit hijau lumut dan melemparkannya ke arah lesung itu. Sandal jepit itu jatuh tepat di lubang lesung, menyumbatnya.
"Aku akan menyumbat mulutmu dengan sandal jepit ini, Baru Klinthing! Kau tidak akan bisa menumbuk padi dan tidak akan bisa balas dendam!"
Seketika, dari lubang lesung yang tersumbat sandal jepit itu, menyemburlah air yang sangat deras. Air itu terus mengalir dan mengalir, hingga membentuk sebuah telaga yang luas dan indah. Telaga itu kemudian diberi nama Telaga Ngebel, yang konon berasal dari kata "ngebel-ngebel" yang berarti menyemburkan air terus-menerus.
Jaka selamat dari amukan Baru Klinthing. Dia belajar untuk tidak jahil dan menghormati makhluk lain, meskipun makhluk itu seekor naga kolektor sandal jepit. Dan Baru Klinthing? Dia tetap menjadi lesung yang terpendam di dasar Telaga Ngebel, terjebak bersama sandal jepit hijau lumut yang dibencinya, selamanya bermimpi untuk menumbuk tujuh lumbung padi, namun tak akan pernah bisa.
Hingga kini, masyarakat percaya bahwa sandal jepit yang menyumbat lesung itulah yang menjaga agar Baru Klinthing tidak bisa keluar dan air Telaga Ngebel tetap melimpah. Dan kadang, di malam-malam tertentu, terdengar suara lirih dari dasar telaga, "Kembalikan… sandal jepitku…," rintih Baru Klinthing, si naga kolektor sandal jepit yang malang.
cerita ini di tulis oleh ai